

YAYASAN KESENIAN BATARA GOWA
JL. TUPAI 10 NO. 08 MAKASSAR 90132, SULAWESI SELATAN. INDONESIA
email: bataragowa@hotmail.com
phone: +62856 96 254 354
+62411 874 890
+62411 578 6292
Rabu, 08 September 2004 |
Andi Ummu Tunru Mendobrak Tradisi Istana Gowa (Kompas 08 september 2004) http://64.203.71.11/kompas-cetak/0409/08/naper/1246892.htm
MENINGGALKAN istana kerajaan bukan keputusan mudah bagi seorang perempuan berusia 13 tahun. Tetapi, tekad untuk berkesenian dan mendalami dunia tari membuat Andi Ummu Tunru tak hirau. Dia mendobrak tradisi yang masih sangat kental dalam lingkungan Kerajaan Gowa di Sulawesi Selatan. Terlahir sebagai seorang putri dalam lingkungan Kerajaan Gowa membuat Ummu terikat pada aturan untuk menjadi penari kerajaan. Sejak usia sembilan tahun, ia sudah diajar menari oleh beberapa anrong guru (empu/pakar) tari, terutama pakar tari Pakarena di Kerajaan Gowa. Beruntung, ayah Ummu, yakni Andi Tunru Karaeng Kalluarrang, dan ibunya, Hj Andi Siti Humaya, sangat memahami keputusan Ummu. Ummu "dilepaskan" untuk mencari jati dirinya dan berguru ke tempat lain. Sekeluar dari istana, Ummu mendatangi Andi Nurhani Sapada, Munasiah Najamuddin, Ida Joesoef Madjid, dan beberapa penari lainnya. Selain itu, dia juga mempelajari naskah-naskah tari dan kebudayaan tradisional dari berbagai daerah di Sulsel. Tujuannya, untuk menggali dan mengembangkan tari-tari daerah Sulsel sekaligus mengasah kemampuannya. Tak puas hanya di satu sanggar seni, Ummu bergabung dengan beberapa kelompok kesenian tradisi dari berbagai daerah di Sulsel. Di usia 17 tahun atau empat tahun sekeluarnya dari istana, Ummu kembali "berulah". Saat itu tahun 1968, dibantu keluarganya yang juga masih kerabat kerajaan, yakni Andi Tjonneng Mallombassang, ia mendirikan sanggar seni Batara Gowa. Kerabat kerajaan "tertampar" karena di sanggar itu Ummu menerima anggota dari berbagai latar belakang. Semua orang di sanggar ini juga punya hak sama mempelajari kesenian apa pun, tari apa pun, termasuk tari Pakarena. Padahal, hanya kerabat atau penari kerajaan yang boleh membawakan tari Pakarena-roh dari tari-tarian yang ada Sulsel. Tari ini hanya boleh dibawakan dalam acara-acara kerajaan. "Memang keluarga besar saya atau keluarga besar kekerabatan Raja Gowa tidak secara terang-terangan memprotes. Tapi saya tahu betul bahwa segala yang saya lakukan bertentangan dengan kebiasaan atau tradisi yang berlaku," kata Ummu. "Saya hanya ingin menegaskan bahwa kesenian itu tidak memandang latar belakang orang, dan kesenian itu adalah sesuatu yang pantas diketahui, dipelajari, dan didalami oleh siapa pun." UMMU mengakui, semua yang dilakukannya dan pandangan miring kalangan kerajaan terhadap penari di luar istana membuatnya berada dalam situasi serba sulit. Ini membuatnya makin berhati-hati melangkah. "Saya jadi bertekad untuk menunjukkan kepada keluarga besar saya bahwa pandangan mereka itu salah. Saya pun ingin menunjukkan bahwa pilihan saya tidak salah. Saya mau membuka mata mereka bahwa saya bisa hidup dan tidak kehilangan harga diri, dengan berkesenian. Saya mau mereka melihat bahwa saya bisa tetap bersikap sebagaimana putra-putri yang lahir dalam lingkungan kerajaan, menjaga nama baik keluarga, di mana pun saya berada," kata ibu dari Andi Nurul Irna Ramadhani , Andi Muh. Redo Paewa , dan Andi Akbar ini. Tekad dan usaha kerasnya serta pengertian suaminya, Basri B Sila, yang juga seorang komposer dan koreografer membuahkan hasil. Sejumlah tari ciptaan Ummu mendapat perhatian dan dibicarakan. Sebut saja tari Appalili (1974), Kondo Buleng (1979), Bunga Tonjong (1980), Gerhana Matahari (1985), PagaE (1987), Appakase’re (1990), I Yoro, Dendang Rebana (1992), Pakkarena Ma’lino (1998), Appalili II (2001), Kalli-Kalli, Maccule, Asse’re Kana, dan Na’nak (2002). Tak hanya di Makassar atau daerah lain di Indonesia, Ummu juga kerap tampil di luar negeri. Ia pernah berkolaborasi dengan Eko Suprianto dan beberapa penari luar negeri, seperti di Jepang, Taiwan, Malaysia, dan Singapura. Tahun ini, Ummu menjadi master tari untuk pertunjukan teater tari I Lagaligo yang disutradarai Robert Wilson berkeliling Singapura, Belanda, Spanyol, Italia, Jerman, dan New York. Semua itu akhirnya mengubah persepsi keluarga, utamanya kerabat kerajaan, tentang kesenian dan penari. Namun, di sebagian kalangan seniman dan orang-orang yang iri, Ummu pernah mendapat gelar sebagai penari pariwisata. Memang seiring ketenarannya, Ummu dan Batara Gowa-nya teramat sering tampil di setiap pentas seni. Bahkan, di kalangan pengusaha hotel dan perjalanan wisata, sanggar seni Batara Gowa pun jadi langganan. "Julukan sebagai penari pariwisata membuat saya sakit dan terpukul. Bagi saya, menari itu sudah menjadi jiwa dan sudah ada di kalbu. Makanya saya tidak pernah memilih-milih harus menari di mana atau di tempat seperti apa. Saya pernah menari di kampung yang penontonnya tidak banyak. Saya juga pernah berjalan kaki ke tempat pertunjukan karena mobil yang mengantar rusak. Tapi toh, itu tidak lantas membuat saya menari setengah hati. Saya tetap menari dengan baik sama seperti bila saya menari di panggung dan pentas tari bergengsi di luar negeri," tuturnya. Bagi Ummu, penggambarannya pada tari seperti seseorang yang berkomunikasi dengan Tuhan-nya. "Tuhan kan tidak mengatur waktu dan tempat untuk berkomunikasi dengan Dia. Kita bisa berkomunikasi dengan Tuhan di mana pun kita berada dan dalam situasi apa pun," katanya. Kiprah Ummu akhirnya memupus habis tudingan sebagai penari pariwisata. Apalagi di usianya yang sudah 54 tahun, ia tak berhenti berkarya dan tetap aktif menari. Ia turun langsung melatih anak-anak sanggar Batara Gowa dan menjadi kurator tari di beberapa pentas seni. Orang akhirnya sadar bahwa Ummu memang menari dengan jiwanya dan ingin terus menari hingga betul-betul tak mampu menari lagi. (RENY SRI AYU TASLIM, Kompas) |
Andi Ummu Tunru
Dance Master
Born in Makassar, South Sulawesi, Andi Ummu Tunru started dancing at age seven; by age nine, she was learning the Bugis-Makassar traditions from dance masters Andi Nurhadi Sapada, Ida Joesoef Majid, and Munasiah Nadjamuddin. Her experiences include performing in the Somba Opu Bahari Festival, Makassar (1995); the Makassar Dance Festival (1998); Cak Durasim Festival, Surabaya (1999); Performing Arts Festival, Surabaya (2000); and in Taipei with Chi Body Theater (2002). She has also choreographed and coordinated the art mission to Las Vegas, San Francisco, Los Angeles, Hawaii, and Taiwan for Travel Age West, PATA Chapter; the Mass Indonesian Dance, Makassar; and Nusantara Bersatu dance at the Indonesian Arts Meeting in Makassar. As director of Batara Gowa Dance Group, she has collaborated with artists from Indonesia and abroad and teaches traditional dances in several institutions, including Makassar Tourism Academy, and she is head of the Makassar Arts Council.
Berikut ini merupakan profile singkat dari Andi Ummu Tunru, pendiri Yayasan Kesenian Batara Gowa. Putri dari pasangan Andi Bau Tunru Krg. Kaluarrang dan Hj. Andi Humaya Tunru Petta Pudji.
Istri dari Seniman Musik asal Sulawesi Selatan Basri B. Sila yang akrab disapa dengan nama Daeng Bas.
Nama : Andi Ummu Tunru
Tempat/Tgl. Lahir : Makassar 25 September 1951
Alamat : Jl. Tupai 10 No. 8 Makassar 90132
Telp : (+62)411 874890,
(+62)411 5786292,
(+62) 85696 254 354
Email : bataragowa@hotmail.com
Studio : Baruga Kaluarrang, Jl. Dg. Tata III/2 Makassar
Pengalaman Organisasi :
· Ketua Dewan Kesenian Sulawesi Selatan
· Ketua Yayasan Kesenian Batara Gowa
· Departemen tari Dewan Kesenian Makassar
· Bidang Lit.Bang di Badan Pengembangan dan Promosi Pariwisata Makassar
Pengalaman Berkesenian antara lain :
KaryaTari antara lain : Naknak, Pajoge Macenning, Kondobuleng, Sabulang, Sawerigading, Julukana (dipentaskan pada kunjungan Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono)